
Serupa Gulma kembali menghadirkan kegiatan kolaborasi inspiratif bersama Jakatarub, komunitas yang aktif mempromosikan perdamaian antarumat beragama di Kota Bandung. Kegiatan ini dikemas dalam program Ngobrol Bareng, ruang diskusi yang hangat dan terbuka untuk siapa saja yang ingin memperluas wawasan seputar keberagaman agama dan spiritualitas.
Jakatarub sendiri telah lama menjadi salah satu jaringan kerja antarumat beragama yang konsisten menengahi isu-isu sensitif seputar keyakinan. Komunitas ini rutin mengadakan program seperti Jelajah Jalur Bhinneka, Cafe Religi, serta Tur Malam Imlek, di mana peserta diajak mengenal rumah-rumah ibadah lintas agama secara langsung. Selain aktivitas umum, Jakatarub juga memiliki kelas diskusi bertema agama dan tubuh, gender, seksualitas, hingga disabilitas. Tema-tema yang kerap dianggap tabu ini justru menjadi penting untuk dibicarakan, agar tercipta pemahaman yang lebih luas dan inklusif di kalangan generasi muda.
Dalam diskusi kali ini, salah satu pembahasan menarik adalah bagaimana pemuka agama memiliki pemikiran yang terbuka terhadap perbedaan. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa mempelajari agama lain justru menguatkan iman, bukan melemahkannya. Perspektif seperti inilah yang ingin Jakatarub sebarkan lebih luas. Kolaborasi Serupa Gulma dengan Jakatarub diharapkan menjadi contoh nyata bagaimana komunitas dapat bekerja sama menciptakan ruang aman bagi siapa saja. Meski di era digital pendapat sering berbenturan, upaya membangun masyarakat yang lebih toleran tetap harus diutamakan.
Adapun alasan Jakatarub hadir dalam agenda ini adalah karena mereka ingin menjadi ruang bagi orang-orang untuk menyuarakan pendapat dan merasa nyaman untuk singgah. Harapannya, Kota Bandung dapat tumbuh semakin progresif dan inklusif, hingga suatu saat keberadaan Jakatarub sebagai penengah tidak lagi diperlukan. Di era digital, posisi komunitas seperti Jakatarub tidak mudah. Pendapat yang beragam sering kali dibenturkan, bahkan menjadi sasaran serangan bagi mereka yang tidak mampu mengekspresikan diri secara sehat. Tantangan ini tidak selalu dihadapi secara langsung, melainkan dengan cara perlahan membangun masyarakat yang lebih terbuka dan toleran. (RZA)